BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Keberhasilan Muhammad dalam membangun peradaban dunia dan kemudian
ditambah lagi dengan kegemilangan generasi para sahabat yang mewariskan sistem
dan nilai luhur saat tampil memegang tongkat kepemimpinan setelahnya merupakan
torehan sejarah yang layak dicatat dengan tinta emas.
Khulafaur Rasyidin adalah bukti dari suksesnya pewarisan sistem
dan nilai tersebut, wafatnya nabi tidak serta-merta menjadikan islam kehilangan
mercusuar peradabannya karena memang risalah ilahiyah ini tidak pernah
bergantung pada satu namapun.
Ditangan empat khalifah yang pertama inilah islam telah mencapai
puncak kejayaannya. Sebuah prestasi yang belum berulang dua kali sampai hari
ini. Hingga suatu hari datang dan merebaknya fitnah yang disulut oleh
kedengkian musuh-musuh islam.
Berikut ini adalah beberapa tema sederhana yang berkaitan langsung
dengan sejarah kepemimpinan dua khalifah terakhir yakni Utsman bin ‘Affan dan
‘Ali bin Abi Thalib.
Kami ketengahkan ini agar menjadi daya rangsang guna menggali dan
mengkaji makna kebijakan dari pejalanan kepemimpinan beliau berdua. Sehingga,
siapapun akan bisa mereguknya untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Apalagi sejarah yang kita selama ini adalah tampak perjalanan dua
pribadi agung yang langsung berinteraksi dengan Rasulullah. Mereka adalah
orang-orang yang pertama sekali merasakan manisnya cucuran hidayah dan kemudian
berbuah prilaku yang baik dan elegan.
BAB II
PEMBAHASAN
USMAN BIN
AFFAN
A.
Usman bin
Affan Sebelum Masuk Islam
Utsman dilahirkan di mekkah pada tahun 573 masehi bertepatan
dengan tahun ke enam dari kelahiran nabi saw. Nama lengkapnya adalah Usman bin
Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams. Usman bin Affan berasl dari
kabilah Bani Umayyah. Pada masa itu, Usman bin Affan menjalankan kafilah dagang
bersama kerabatnya dari Bani Umayyah.
Utsman adalah saudagar sukses yang berlimpah kekayaan harta.
Namun, meski demikian beliau dikenal sebagai sosok yang rendah hati, pemalu,
dan dermawan sehingga beliau begitu dihormati oleh masyarakat di sekelilingnya.
Ketika itu ia sudah bersahabat dekat dengan Abu Bakar as-siddiq. Sebagai sesama
pedagang, mereka sering berhubungan dalam menjalankan usahanya.
B.
Usman bin
Affan Setelah Masuk Islam
Utsman bin Affan termasuk golongan yang awal masuk Islam atau
as-sabiqunal awwalun. Ia menerima ajaran islam berkat ajaran Abu Bakar
as-Siddiq. Dengan harta kekayaannya, Usman bin Affan membantu perjuangan dakwah
Islam. Ketika budak-budak yang masuk Islam disiksa oleh tuannya, ia
memerdekakan beberapa orang diantara mereka.
Dibandingkan sahabat-sahabat yang lain, Usman bin Affan memiliki
sifat-sifat yang berbeda. Sifat-sifat tersebut antara lain :
1.
Rasa malu
Tidak seorang pun diantara sahabat
Nabi Muhammad saw, yang memiliki rasa malu seperti Usman bin Affan. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim, Nabi Muhammad saw, bersabda, ”Tidaklah
engkau malu pada seorang lelaki di mana Malaikat pun sangat malu kepadanya.”
2.
Pemurah
Usman bin Affan adalah orang yang
sangat dermawan. Tidak seorang pun dari orang Quraisy yang lebih dermawan
dari’nya.
Usman bin Affan menikah dengan dua
putri Nabi Muhammad saw, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kalsum. Ia menikah dengan Ummu
Kalsum setelah Ruqayyah meninggal. Oleh karena itu Usman bin Affan mendapat
julukan zu nurain atau memiliki dua cahaya.
Ketika tantangan kaum kafir Quraisy
semakin berat, Nabi Muhammad saw memerintahkan kaum muslimin hijrah ke Habsyah.
Pada waktu itu, Usman bin Affan juga berhijrah dengan istrinya, Ruqayyah
beserta sahabat-sahabat yang lain. Pada waktu kaum muslimin hijrah ke Madinah,
Usman bin Affan juga mengikutinya. Ia rela meninggalkan harta bendanya di
Mekkah utuk berhijrah ke Madinah. Setelah itu, ia tidak pernah tertinggal dalam
perjuangan membela Islam.
C.
Masa
Pemerintahan Usman bin Affan
Ketika Umar bin Khattab sedang sakit, ia menunjuk Usman bin Affan,
Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin
Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqas untuk memilih saah satu di antara mereka sebagai
khalifah. Pada waktu itu, Talhah bin Ubaidillah tidak ada di rumah. Kelima
orang itu bersepakat mengangkat Usman bin Affan menjadi khalifah. Musyawarah
itu berlangsung di rumah Abdurrahman bin Auf, pada waktu itu Usman bin Affan
berusia 70 tahun.
Secara umum, masa pemerintahan Usman bin Affan meliputi dua
periode yang masing-masing berlangsung selama enam tahun. Periode enam tahun
pertama ditandai berbagai keberhasilan dan kejayaan. Periode enam tahun kedua
ditandai oleh perpecahan, pergolakan, dan pemberontakan dalam negeri.
Pada tahun-tahun pemerintahannya Usman bin Affan meneruskan
kebijaksanaan pendahulunya, Umar bin Khattab. Ketika itu, Umar bin Khattab
berpesan agar wali (gubernur) yang di angkatnya jangan diganti atau dipindahkan
dalam jangka waktu setahun. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi keguncangan
dan gangguan keamanan. Berdasarkan pesan itu, Usman bin Affan mengukuhkan
beberapa gubernur di beberapa wilayah, yaitu :
a.
Amru bin As Gubernur Mesir dan Syam;
b.
Mu’awiyah bin Abu Sufyan sebagai
Gubernur Irak yang juga meliputi wilayah Azerbaijan dan Armenia;
c.
Abu Musa al-Asy’ari sebagai Gubernur
Iran yang mencakup Khurasan dan Basra.
Usman bin Affan benar-benar melaksanakan pesan Umar bin Khattab
itu. Pada tahun berikutnya, barulah Usman bin Affan mengganti atau memutasikan
pejabat-pejabat bawahannya. Selain itu, seiring berkembangnya wilayah Islam,
Usman bin Affan juga mengangkat pejabat-pejabat baru. Kecuali yang disebut
diatas, pejabat-pejabat pada masa Usman bin Affan merupakan kerabatnya dari
Bani Umayyah. Yang paling terkemuka diantara mereka ialah Marwan bin Hakam,
saudara sepupu Usman bin Affan. Ia diangkat menjadi sekretaris negara.
Kebijakan itu telah mendapat tanggapan yang kurang baik. Hal itu
dikarenakan Marwan bin Hakam menjadi tokoh yang lebih menentukan dibanding
Usman bin Affan sendiri. Usman bin Affan seakan menjadi boneka didepannya.
Sejak itu, permasalan kebijakan perbandaharaan negara mulai
muncul. Menurut Usman bin Affan, khalifah mempunyai wewenang untuk menggunakan
kekyaan umum bagi kemaslahatan umat. Selama memangku jabatan, khalifah berhak
mengatur kepentingan kaum muslimin. Sikap ini membedakannya dari dua khalifah
sebelumnya.
D.
Perluasan
Wilayah Islam
Pada masa Usman bin Affan, kaum muslimin melanjutkan
penaklukan-penaklukan. Usman bin Affan melanjutkan kebijakan Umar bin Khattab.
Penaklukan itu berlangsung melewati jalur darat dan laut.
Ancaman terbesar waktu itu datang dari Bizantium. Mereka sering
kali menyerang daerah perbatasan pantai muslim di Suriah dan Mesir. Pada tahun
646 M, pasukan Bizantium berhasil menduduki Iskandariah. Akan tetapi Amr bin As
yang menjabat sebagai gubernur Mesir berhasil mengusir mereka kembali. Pada
tahun 651 M, pasukan Bizantium kembali menyerbu Mesir. Abdullah bin Abi Sarah
yang menggantikan Amru bin As sebagai gubernur berhasil mengalahkan mereka.
Keadaan ini menyadarkan Usman bin Affan bahwa kaum muslimin memerluakan sebuah
angkatan laut yang kuat. Usman bin Affan kemudian memerintahkan Mu’awiyah bin
Abu Sufyan untuk membentuk angkatan laut yang berkemampuan tinggi. Dengan dukungan
angkatan laut tersebut, kaum muslimin berhasil memperluas wilayahnya.
E.
Menyusun
Mushaf Al-Qur’an
Terus berkembangnya wilayah Islam membuat pemeluk agama islam
makin bertambah. Disetiap wilayah yang baru, di situ pula Al-Qur’an
ditinggalkan. Bahkan, tidak hanya tulisannya yang di tinggalkan, tetapi juga
penghapalnya. Tulisan Al-Qur’an yang ditinggalkan itu beragam bentuknya,
susunan surah-surahnya dan dialeknya. Hal itu menimbulkan banyak perselisihan,
perpecahan dan pertengkaran dikalangan umat islam.
Orang yang mula-mula menaruh perhatian terhadap hal ini adalah
Huzaifah bin Yaman. Ia kemudian mengusulkan Usman bin Affan agar menyelesaikan
masalah ini. Langkah awal yang dilakukan oleh Usman bin Affan adalah meminta
kumpulan naskah Al-Qur’an yang disimpan oleh Hafsah binti Umar. Naskah ini
merupakan suatu kumpulan tulisan Al-Qur’an yang berserakan pada masa Abu Bakar
as-Siddiq. Usman bin Affan kemudian membentuk sebuah panitia penyusun
Al-Qur’an.
F.
Wafatnya
Usman bin Affan
Setelah para pemberontak itu kembali ke daerah masing-masing,
tampaknya permasalahan sudah selesai. Akan tetapi, yang terjadi justru
sebaliknya. Mereka mereka malah kembali lagi ke Madinah. Ali bin Abi Thalib
mencegah mereka agar tidak melakukan keonaran. Ali bin Abi Thalib menanyakan kepada
mereka mengapa kembali ke Madinah. Mereka berkata bahwa mereka telah mencegat
seorang pembantu khusus Usman bin Affan yang membawa sepucuk surat kepada
Gubernur Mesir, Abdullah bin Abi Sarah. Surat itu ditulis oleh Marwan bin Hakam
yang meminta Abdullah bin Abi Sarah untuk membunuh mereka setibanya di Mesir.
Oleh karena itu para pemberontak meminta Usman bin Affan
menyerahkan Marwan Bin Hakam. Tuntutan itu tidak bisa dipenuhi Usman bin Affan.
Mereka kemudian mengepung rumah khalifah. Pada saat yang berbahaya itu, sahabat
dan kerabat Usman bin Affan telah meninggalkannya. Pada tanggal 17 Juni 656 M
(35 H), para pemberontak menyerbu rumah Usman bin Affan. Mereka membunuh Usman
bin Affan yang sedang membaca Al-Qur’an. Usman bin Affan meninggal sebagai syahid
pada usia 82 tahun. Pemerintahannya berlangsung selama 12 tahun.
ALI BIN
ABI THALIB
A.
Riwayat
Hidup Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib dilahirkan dimekkah pada tahun 602 M. Ia adalah
putra dari paman Nabi Muhammad saw. Abu Thalib sangat berjasa pada masa awal
perjuangan Islam. Ia selalu melindungi Nabi Muhammad saw, dari usaha-usaha
jahat kaum kafir Quraisy. Abu Thalib adalah kakak kandung ayah Nabi Muhammad
saw yaitu Abdullah bin Abdul Muttalib.
Sewaktu lahir, ia diberi nama Haidarah oleh ibunya, Fatimah binti
As’ad bin Hasyim bin Abdul Manaf. Nama itu kemudian diganti oleh ayahnya dengan
Ali. Ketika berusia 6 tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi Muhammad
saw. Pada waktu Nabi Muhammad saw, diangkat sebagai Rasul, Ali baru berusia 8
tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam setelah Khadijah binti
Khuwailid, istri Nabi Muhammad saw. Setelah masuk Islam, ia selalu bersama Nabi
Muhammad saw. Ia selalu menaati setiap perintah Nabi Muhammad saw. Ali bin Abi
Thalib juga banyak menyaksikan Nabi Muhammad saw menerima wahyu. Oleh karena
itu, ia banyak menimba rahasia ilmu ketuhanan dan berbagai persoalan keagamaan.
Ketika Nabi Muhammad saw, hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar
as-Siddiq, Ali bin Abi Thalib diperintahkan tetap tinggal di rumah Nabi
Muhammad saw. Hal itu dilakukan agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi Muhammad
saw, masih berada di rumahnya. Padahal tindakan itu sangat membahayakan
dirinya. Orang-orang kafir Quraisy bisa saja membunuhnya karena mengira dirinya
Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, ia menjadi orang pertama yang menjadi fida’
atau tebusan bagi Nabi Muhammad saw. Ia kemudian menyerahkan sejumlah titipan
Nabi Muhammad saw kepada para pemiliknya amasing-masing. Ali bin Abi Thalib
mampu mengerjakan tugas yang penuh resiko itu dengan baik. Dengan cara itu,
Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar as-Siddiq berhasil meninggalkan kota Mekkah
dengan selamat tanpa diketahui orang Quraisy. Tidak berapa lama kemudian, Ali
bin Abi Thalib menyusul hijrah ke Madinah.
Setahun setelah hijrah, Nabi Muhammad saw, mengawinkannya dengan
Fatimah, putri kesayangan beliau. Sebenarnya, Ali bin Abi Thalib tidak berani
melamar Fatimah karena kemiskinannya. Akan tetapi, Nabi Muhammad memberika
dorongan dengan memberikan bantuan sekedarnya untuk persiapan rumah tangga
mereka. Ali bin Abi Thalib kemudian menjual baju besinya seharga 500 dirham
(kurang lebih 10 gram emas) sebagai mas kawin. Ketika itu, Ali bin Abi Thalib
berusia 20 tahun, sedangkan Fatimah berusia 15 tahun. Nabi Muhammad saw
memilihnya sebagai suami Fatimah karena ia adalah seorang pemuda yang arif dan
terpelajar. Disamping itu, Ali bin Abi Thalib, merupakan orang yang pertama
memeluk islam.
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat sederhana. Tidak
tampak perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah
diangkat sebagai khalifah. Kehidupan sederhana ini juga yang ia ajarkan kepada
putra-putrinya. Ali bin Abi Thalib juga terkenal sebagai panglima yang gagah
berani. Keberanianya menggetarkan lawan-lawannya. Nabi Muhammad saw mewariskan
sebilah pedang yang bernama zul-faqar kepadanya. Ali bin Abi Thalib turut serta
dalam hampir semua peperangan pada masa Rasulullah saw. Bahkan, ia selalu
menjadi andalan dibarisan terdepan.
Selain itu Ali bin Abi Thalib juga dikenal cerdas dan menguasai
banyak masalah keagamaan. Nabi Muhammad saw pernah bersabda,” Aku kota ilmu
pengetahuan, sedangkan Ali pintu gerbangnya.” Oleh karena itu, nasehat dan
fatwanya selalu didengar khalifah sebelumnya. Ali bin Abi Thalib juga
ditempatkan pada posisi kadi atau mufti. Ketika Nabi Muhammad saw wafat, Ali
bin Abi Thalib menunggui jenazah beliau dan mengurus pemakamannya. Sementara
itu, sahabat-sahabat yang lain sibuk memikirkan soal pengganti Nabi Muhammad
saw.
Ali bin Abi Thalib banyak mengeritik Usman bin Affan yang terlalu
memperhatikan kepentingan keluarganya. Ia meminta Usman bin Affan bersiikap
tegas terhadap kerabatnya yang menyeleweng. Akan tetapi, Usman bin Affan kurang
menerima nasihat Ali bin Abi Thalib. Akibatnya, terjadilah kekacauan dan peristiwa-peristiwa
finah lainnya. Dalam keadaan seperti itu, Usman bin Affan meminta bantuan Ali
bin Abi Thalib. Akan tetapi, keadaan sudah sedemikian kacau sehingga Usman bin
Affan tidak bisa diselamatkan lagi.
B.
Masa
Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya Usman bin Affan, kaum muslimin meminta
kesedian Ali bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah. Mendengar permintaan itu,
Ali bin Abi Thalib berkata “Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah perkara
yang amat penting. Ini adalah urusan tokoh-tokoh ahl asy-syura bersama para
pejuang Perang Badar.” Ali bin Abi Thalib akhirnya diangkat sebagai
khalifah.pembaiatan mula-mula dilakukan oleh sahabat-sahabat besar, yaitu
Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan para sahabat
lainnya. Mereka diikuti oleh rakyat banyak. Pembaiatan itu dilaksanakan pada
tanggal 27 Zulhijjah 33 H di mesjid Madinah.
Setelah diangkat menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib mengambil
langkah-langkah, yaitu :
1.
Mengganti para pejabat yang diangkat
oleh Usman bin Affan;
2.
Mengambil tanah yang telah dibagikan
oleh Usman bin Affan yang telah dibagikan kepada kerabatnya tanpa tujuan yang
jelas;
3.
Memberikan tunjangan kepada kaum
muslimin yang diambilkan dari Baitul Mal;
4.
Mengatur urusan pemerintahan;
5.
Meninggalkan kota Madinah dan
menjadikan kota Kufah sebagai pusat pemerintahan.
Hal itu dilakukannya untuk mengatasi perlawanan Bani Umayyah yang
ketika itu mulai membangkang serta tidak membaiatnya.
C.
Beberapa
Pemberontakan
Terbunuhnya Usman bin Affan menjadi permasalahan yang sangat sulit
bagi Ali bin Abi Thalib. Banyak pihak, terutama dari keluarganya yang menuntut
agar pembunuh Usman bin Affan segera ditemukan dan dihukum. Apabila Ali bin Abi
Thalib tidak bersedia, maka ia dianggap sebagai pembunuhnya. Tentu saja hal itu
tidaklah mudah bagi Ali bin Abi Thalib. Keadaan itu memunculkan beberapa
pemberontakan berikut ini.
1.
Pemberontakan Talhah, Zubair, dan
Aisyah (36 H/656 M)
Pemberontakan ini adalah yang pertama pada masa pemerintahan Ali
bin Abi Thalib. Ketiga orang itu menuntut bela atas kematian Usman bin Affan.
Talhah adalah sahabat Nabi Muhammad saw yang tertua dan sangat
dihormati. Ia juga merupakan salah seorang kerabat Abu Bakar as-Siddiq. Adapun
Zubair bin Awwam adalah kerabat Usman bin Affan dan menantu Abu Bakar as-Siddiq.
Ia menikahi putri Abu Bakar as-Siddiq yang bernama Asma’.
2.
Pemberontkan Mu’awiyah bin Abu Sufyan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan tidak pernah mengakui kekhalifahan Ali
bin Abi Thalib. Mereka menganggap Ali bin Abi Thalib bersekongkol dengan
pemberontak untuk membunuh Usman bin Affan. Oleh karena itu mereka menuntut Ali
bin Abi Thalib menghukum para pembunuh Usman bin Affan segera mungkin. Hal itu
tentu saja tidak dapat disanggupi Ali bin Abi Thalib.
Permasalahn makin sulit ketika Mu’awiyah menolak perintah Ali bin
Abi Thalib untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur. Mu’awiyah
bahkan mempersiapkan pasukan perang untuk melawan Ali bin Abi Thalib.
3.
Pemberontakan
Kaum Khawarij
Kaum khawarij kemudian menyatakan perang terhadap kelompok Ali bin
Abi Thalib dan kelompok Mu’awiyah. Mereka kemudian menyingkir ke Harurah,
sebuah desa di dekat Kufah. Mereka kemudian mengangkat Syibi bin Rubi’at-Tamimi
sebagai panglima perang dan Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin
keagamaan. Di Harurah mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur semua
pihak yang menyetujui tahkim dan tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh yang hendak mereka
bunuh adalah Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Amru bin As, dan Abu
Musa al-Asy’ari.
Keadaan Ali bin Abi Thalib menjadi sulit. Di satu pihak, ia ingin
segera menghancurkan Mu’awiyah yang makin kuat. Di pihak lain, kekuatan kaum
khawarij sangat berbahaya jika tidak segera ditumpas. Akhirnya, Ali bin Abi
Thalib memutuskan untuk menyerang kharij terelbih dahulu. Kemudian, barulah ia
menyerang Damaskus.
D.
Akhir
Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Kekalahan kaum khawarij dalam Perang Nahrawan membuat mereka makin
dendam. Mereka terus-menerus menghancurkan kehidupan kaum muslimin. Dipihak
lain, kekuatan Mu’awiyah makin bertambah. Pada tahun 658 M, Amru bin As
berangkat ke Mesir dan menaklukkannya. Hal itu membuat kekuasaan Mu’awiyah
majin luas.
Secara diam-diam, kaum khawarij merencanakan untuk membunuh Ali
bin Abi Thalib, Mu’awiyah, dan Amru bin As. Mereka dianggap sebagai orang yang
menyebabkan perpecahan umat Islam.
Dilihat dari hasilnya, pemerintahan Ali bin Abi Thalib dapat
dianggap mengalami kegagalan. Kegagalan ini terutama disebabkan sikap kompromi
ali bin Abi Thalib terhadap Mu’awiyah. Selain itu, Ali bin Abi Thalib harus
menghadapi pemberontakan Talhah bin Zubair, sreta kaum khawarij. Peperangan
melawan mereka sangat melemahkan kekuatan Ali bin Abi Thalib.
Di pihak lain, Mu’awiyah berhasil meningkatkan kekuatannya. Ia
memiliki pendukung, keuangan, dan sumber kekayaan yang jaun lebih besar
dibandingkan Ali bin Abi Thalib. Bani Umayyah dan orang-orang Arab Suriah
selalu memasoknya dengan sumber kekuatan yang tidak ada habisnya.
Ali bin Abi Thalib merupakan Khulafaur Rasyidin yang terakhir. Ia
hidup sesuai tuntunan Nabi Muhammad saw yang sangat sederhana dan suci. Ia
sangat cermat dalam melaksanakan prinsip-prinsip Baitul Mal. Ia tidak pernah
membelanjakan atau mengizinkan orang lain membelanjakan perbendaharaan negara
satu sen pun. Masa Khulafar Rasyidin merupakan puncak kegemilangan Islam.
Mereka memiliki jasa yang sangat besar dalam mengembangkan Islam.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Utsman dilahirkan di mekkah pada tahun
573 masehi bertepatan dengan tahun ke enam dari kelahiran nabi saw. Nama
lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams. Usman
bin Affan berasl dari kabilah Bani Umayyah. Pada masa itu, Usman bin Affan
menjalankan kafilah dagang bersama kerabatnya dari Bani Umayyah.
Utsman
adalah saudagar sukses yang berlimpah kekayaan harta. Namun, meski demikian
beliau dikenal sebagai sosok yang rendah hati, pemalu, dan dermawan sehingga
beliau begitu dihormati oleh masyarakat di sekelilingnya. Ketika itu ia sudah
bersahabat dekat dengan Abu Bakar as-siddiq. Sebagai sesama pedagang, mereka
sering berhubungan dalam menjalankan usahanya.
Secara
umum, masa pemerintahan Usman bin Affan meliputi dua periode yang masing-masing
berlangsung selama enam tahun. Periode enam tahun pertama ditandai berbagai
keberhasilan dan kejayaan. Periode enam tahun kedua ditandai oleh perpecahan,
pergolakan, dan pemberontakan dalam negeri. Pada tanggal 17 Juni 656 M (35 H),
para pemberontak menyerbu rumah Usman bin Affan. Mereka membunuh Usman bin
Affan yang sedang membaca Al-Qur’an. Usman bin Affan meninggal sebagai syahid
pada usia 82 tahun. Pemerintahannya berlangsung selama 12 tahun.
2.
Ali bin Abi Thalib dilahirkan dimekkah
pada tahun 602 M. Ia adalah putra dari paman Nabi Muhammad saw. Abu Thalib
sangat berjasa pada masa awal perjuangan Islam. Ia selalu melindungi Nabi
Muhammad saw, dari usaha-usaha jahat kaum kafir Quraisy. Abu Thalib adalah
kakak kandung ayah Nabi Muhammad saw yaitu Abdullah bin Abdul Muttalib.
Ali bin
Abi Thalib adalah orang yang sangat sederhana. Tidak tampak perbedaan dalam
kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah.
Kehidupan sederhana ini juga yang ia ajarkan kepada putra-putrinya. Ali bin Abi
Thalib juga terkenal sebagai panglima yang gagah berani. Keberanianya
menggetarkan lawan-lawannya. Nabi Muhammad saw mewariskan sebilah pedang yang
bernama zul-faqar kepadanya. Ali bin Abi Thalib turut serta dalam hampir semua
peperangan pada masa Rasulullah saw. Bahkan, ia selalu menjadi andalan
dibarisan terdepan.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Khandalawi,
Muhammad Zakariya. Himpunan Fadhilah Amala-Kisah Sahabat. Yogyakarta
:As-Shaff.
Cahyadi,
Irwan. Sejarah Khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Acssed
by: http://irwan-cahyadi.blogspot.com/2012/05/sejarah-khalifah-usman-bin-affan-ali.html. Senin 28
Mei 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar