Sabtu, 29 Desember 2012

FASE : USMA BIN AFFAN DAN ALI BIN ABI THALIB


BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Keberhasilan Muhammad dalam membangun peradaban dunia dan kemudian ditambah lagi dengan kegemilangan generasi para sahabat yang mewariskan sistem dan nilai luhur saat tampil memegang tongkat kepemimpinan setelahnya merupakan torehan sejarah yang layak dicatat dengan tinta emas.
Khulafaur Rasyidin adalah bukti dari suksesnya pewarisan sistem dan nilai tersebut, wafatnya nabi tidak serta-merta menjadikan islam kehilangan mercusuar peradabannya karena memang risalah ilahiyah ini tidak pernah bergantung pada satu namapun.
Ditangan empat khalifah yang pertama inilah islam telah mencapai puncak kejayaannya. Sebuah prestasi yang belum berulang dua kali sampai hari ini. Hingga suatu hari datang dan merebaknya fitnah yang disulut oleh kedengkian musuh-musuh islam.
Berikut ini adalah beberapa tema sederhana yang berkaitan langsung dengan sejarah kepemimpinan dua khalifah terakhir yakni Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib.
Kami ketengahkan ini agar menjadi daya rangsang guna menggali dan mengkaji makna kebijakan dari pejalanan kepemimpinan beliau berdua. Sehingga, siapapun akan bisa mereguknya untuk kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi sejarah yang kita selama ini adalah tampak perjalanan dua pribadi agung yang langsung berinteraksi dengan Rasulullah. Mereka adalah orang-orang yang pertama sekali merasakan manisnya cucuran hidayah dan kemudian berbuah prilaku yang baik dan elegan.

BAB II
                                                                                             PEMBAHASAN                                                       
USMAN BIN AFFAN
A.      Usman bin Affan Sebelum Masuk Islam
Utsman dilahirkan di mekkah pada tahun 573 masehi bertepatan dengan tahun ke enam dari kelahiran nabi saw. Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams. Usman bin Affan berasl dari kabilah Bani Umayyah. Pada masa itu, Usman bin Affan menjalankan kafilah dagang bersama kerabatnya dari Bani Umayyah.
Utsman adalah saudagar sukses yang berlimpah kekayaan harta. Namun, meski demikian beliau dikenal sebagai sosok yang rendah hati, pemalu, dan dermawan sehingga beliau begitu dihormati oleh masyarakat di sekelilingnya. Ketika itu ia sudah bersahabat dekat dengan Abu Bakar as-siddiq. Sebagai sesama pedagang, mereka sering berhubungan dalam menjalankan usahanya.

B.      Usman bin Affan Setelah Masuk Islam
Utsman bin Affan termasuk golongan yang awal masuk Islam atau as-sabiqunal awwalun. Ia menerima ajaran islam berkat ajaran Abu Bakar as-Siddiq. Dengan harta kekayaannya, Usman bin Affan membantu perjuangan dakwah Islam. Ketika budak-budak yang masuk Islam disiksa oleh tuannya, ia memerdekakan beberapa orang diantara mereka.
Dibandingkan sahabat-sahabat yang lain, Usman bin Affan memiliki sifat-sifat yang berbeda. Sifat-sifat tersebut antara lain :
1.       Rasa malu
Tidak seorang pun diantara sahabat Nabi Muhammad saw, yang memiliki rasa malu seperti Usman bin Affan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim, Nabi Muhammad saw, bersabda, ”Tidaklah engkau malu pada seorang lelaki di mana Malaikat pun sangat malu kepadanya.”
2.       Pemurah
Usman bin Affan adalah orang yang sangat dermawan. Tidak seorang pun dari orang Quraisy yang lebih dermawan dari’nya.
Usman bin Affan menikah dengan dua putri Nabi Muhammad saw, yaitu Ruqayyah dan Ummu Kalsum. Ia menikah dengan Ummu Kalsum setelah Ruqayyah meninggal. Oleh karena itu Usman bin Affan mendapat julukan zu nurain atau memiliki dua cahaya.
Ketika tantangan kaum kafir Quraisy semakin berat, Nabi Muhammad saw memerintahkan kaum muslimin hijrah ke Habsyah. Pada waktu itu, Usman bin Affan juga berhijrah dengan istrinya, Ruqayyah beserta sahabat-sahabat yang lain. Pada waktu kaum muslimin hijrah ke Madinah, Usman bin Affan juga mengikutinya. Ia rela meninggalkan harta bendanya di Mekkah utuk berhijrah ke Madinah. Setelah itu, ia tidak pernah tertinggal dalam perjuangan membela Islam.

C.      Masa Pemerintahan Usman bin Affan
Ketika Umar bin Khattab sedang sakit, ia menunjuk Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Sa’ad bin Abi Waqqas untuk memilih saah satu di antara mereka sebagai khalifah. Pada waktu itu, Talhah bin Ubaidillah tidak ada di rumah. Kelima orang itu bersepakat mengangkat Usman bin Affan menjadi khalifah. Musyawarah itu berlangsung di rumah Abdurrahman bin Auf, pada waktu itu Usman bin Affan berusia 70 tahun.
Secara umum, masa pemerintahan Usman bin Affan meliputi dua periode yang masing-masing berlangsung selama enam tahun. Periode enam tahun pertama ditandai berbagai keberhasilan dan kejayaan. Periode enam tahun kedua ditandai oleh perpecahan, pergolakan, dan pemberontakan dalam negeri.
Pada tahun-tahun pemerintahannya Usman bin Affan meneruskan kebijaksanaan pendahulunya, Umar bin Khattab. Ketika itu, Umar bin Khattab berpesan agar wali (gubernur) yang di angkatnya jangan diganti atau dipindahkan dalam jangka waktu setahun. Hal itu dimaksudkan agar tidak terjadi keguncangan dan gangguan keamanan. Berdasarkan pesan itu, Usman bin Affan mengukuhkan beberapa gubernur di beberapa wilayah, yaitu :
a.        Amru bin As Gubernur Mesir dan Syam;
b.      Mu’awiyah bin Abu Sufyan sebagai Gubernur Irak yang juga meliputi wilayah Azerbaijan dan Armenia;
c.       Abu Musa al-Asy’ari sebagai Gubernur Iran yang mencakup Khurasan dan Basra.
Usman bin Affan benar-benar melaksanakan pesan Umar bin Khattab itu. Pada tahun berikutnya, barulah Usman bin Affan mengganti atau memutasikan pejabat-pejabat bawahannya. Selain itu, seiring berkembangnya wilayah Islam, Usman bin Affan juga mengangkat pejabat-pejabat baru. Kecuali yang disebut diatas, pejabat-pejabat pada masa Usman bin Affan merupakan kerabatnya dari Bani Umayyah. Yang paling terkemuka diantara mereka ialah Marwan bin Hakam, saudara sepupu Usman bin Affan. Ia diangkat menjadi sekretaris negara.
Kebijakan itu telah mendapat tanggapan yang kurang baik. Hal itu dikarenakan Marwan bin Hakam menjadi tokoh yang lebih menentukan dibanding Usman bin Affan sendiri. Usman bin Affan seakan menjadi boneka didepannya.
Sejak itu, permasalan kebijakan perbandaharaan negara mulai muncul. Menurut Usman bin Affan, khalifah mempunyai wewenang untuk menggunakan kekyaan umum bagi kemaslahatan umat. Selama memangku jabatan, khalifah berhak mengatur kepentingan kaum muslimin. Sikap ini membedakannya dari dua khalifah sebelumnya.

D.      Perluasan Wilayah Islam
Pada masa Usman bin Affan, kaum muslimin melanjutkan penaklukan-penaklukan. Usman bin Affan melanjutkan kebijakan Umar bin Khattab. Penaklukan itu berlangsung melewati jalur darat dan laut.
Ancaman terbesar waktu itu datang dari Bizantium. Mereka sering kali menyerang daerah perbatasan pantai muslim di Suriah dan Mesir. Pada tahun 646 M, pasukan Bizantium berhasil menduduki Iskandariah. Akan tetapi Amr bin As yang menjabat sebagai gubernur Mesir berhasil mengusir mereka kembali. Pada tahun 651 M, pasukan Bizantium kembali menyerbu Mesir. Abdullah bin Abi Sarah yang menggantikan Amru bin As sebagai gubernur berhasil mengalahkan mereka. Keadaan ini menyadarkan Usman bin Affan bahwa kaum muslimin memerluakan sebuah angkatan laut yang kuat. Usman bin Affan kemudian memerintahkan Mu’awiyah bin Abu Sufyan untuk membentuk angkatan laut yang berkemampuan tinggi. Dengan dukungan angkatan laut tersebut, kaum muslimin berhasil memperluas wilayahnya.

E.       Menyusun Mushaf Al-Qur’an
Terus berkembangnya wilayah Islam membuat pemeluk agama islam makin bertambah. Disetiap wilayah yang baru, di situ pula Al-Qur’an ditinggalkan. Bahkan, tidak hanya tulisannya yang di tinggalkan, tetapi juga penghapalnya. Tulisan Al-Qur’an yang ditinggalkan itu beragam bentuknya, susunan surah-surahnya dan dialeknya. Hal itu menimbulkan banyak perselisihan, perpecahan dan pertengkaran dikalangan umat islam.
Orang yang mula-mula menaruh perhatian terhadap hal ini adalah Huzaifah bin Yaman. Ia kemudian mengusulkan Usman bin Affan agar menyelesaikan masalah ini. Langkah awal yang dilakukan oleh Usman bin Affan adalah meminta kumpulan naskah Al-Qur’an yang disimpan oleh Hafsah binti Umar. Naskah ini merupakan suatu kumpulan tulisan Al-Qur’an yang berserakan pada masa Abu Bakar as-Siddiq. Usman bin Affan kemudian membentuk sebuah panitia penyusun Al-Qur’an.

F.       Wafatnya Usman bin Affan
Setelah para pemberontak itu kembali ke daerah masing-masing, tampaknya permasalahan sudah selesai. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka mereka malah kembali lagi ke Madinah. Ali bin Abi Thalib mencegah mereka agar tidak melakukan keonaran. Ali bin Abi Thalib menanyakan kepada mereka mengapa kembali ke Madinah. Mereka berkata bahwa mereka telah mencegat seorang pembantu khusus Usman bin Affan yang membawa sepucuk surat kepada Gubernur Mesir, Abdullah bin Abi Sarah. Surat itu ditulis oleh Marwan bin Hakam yang meminta Abdullah bin Abi Sarah untuk membunuh mereka setibanya di Mesir.
Oleh karena itu para pemberontak meminta Usman bin Affan menyerahkan Marwan Bin Hakam. Tuntutan itu tidak bisa dipenuhi Usman bin Affan. Mereka kemudian mengepung rumah khalifah. Pada saat yang berbahaya itu, sahabat dan kerabat Usman bin Affan telah meninggalkannya. Pada tanggal 17 Juni 656 M (35 H), para pemberontak menyerbu rumah Usman bin Affan. Mereka membunuh Usman bin Affan yang sedang membaca Al-Qur’an. Usman bin Affan meninggal sebagai syahid pada usia 82 tahun. Pemerintahannya berlangsung selama 12 tahun.
ALI BIN ABI THALIB
A.      Riwayat Hidup Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib dilahirkan dimekkah pada tahun 602 M. Ia adalah putra dari paman Nabi Muhammad saw. Abu Thalib sangat berjasa pada masa awal perjuangan Islam. Ia selalu melindungi Nabi Muhammad saw, dari usaha-usaha jahat kaum kafir Quraisy. Abu Thalib adalah kakak kandung ayah Nabi Muhammad saw yaitu Abdullah bin Abdul Muttalib.
Sewaktu lahir, ia diberi nama Haidarah oleh ibunya, Fatimah binti As’ad bin Hasyim bin Abdul Manaf. Nama itu kemudian diganti oleh ayahnya dengan Ali. Ketika berusia 6 tahun, ia diambil sebagai anak asuh oleh Nabi Muhammad saw. Pada waktu Nabi Muhammad saw, diangkat sebagai Rasul, Ali baru berusia 8 tahun. Ia adalah orang kedua yang menerima dakwah Islam setelah Khadijah binti Khuwailid, istri Nabi Muhammad saw. Setelah masuk Islam, ia selalu bersama Nabi Muhammad saw. Ia selalu menaati setiap perintah Nabi Muhammad saw. Ali bin Abi Thalib juga banyak menyaksikan Nabi Muhammad saw menerima wahyu. Oleh karena itu, ia banyak menimba rahasia ilmu ketuhanan dan berbagai persoalan keagamaan.
Ketika Nabi Muhammad saw, hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar as-Siddiq, Ali bin Abi Thalib diperintahkan tetap tinggal di rumah Nabi Muhammad saw. Hal itu dilakukan agar kaum Quraisy mengira bahwa Nabi Muhammad saw, masih berada di rumahnya. Padahal tindakan itu sangat membahayakan dirinya. Orang-orang kafir Quraisy bisa saja membunuhnya karena mengira dirinya Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, ia menjadi orang pertama yang menjadi fida’ atau tebusan bagi Nabi Muhammad saw. Ia kemudian menyerahkan sejumlah titipan Nabi Muhammad saw kepada para pemiliknya amasing-masing. Ali bin Abi Thalib mampu mengerjakan tugas yang penuh resiko itu dengan baik. Dengan cara itu, Nabi Muhammad saw dan Abu Bakar as-Siddiq berhasil meninggalkan kota Mekkah dengan selamat tanpa diketahui orang Quraisy. Tidak berapa lama kemudian, Ali bin Abi Thalib menyusul hijrah ke Madinah.
Setahun setelah hijrah, Nabi Muhammad saw, mengawinkannya dengan Fatimah, putri kesayangan beliau. Sebenarnya, Ali bin Abi Thalib tidak berani melamar Fatimah karena kemiskinannya. Akan tetapi, Nabi Muhammad memberika dorongan dengan memberikan bantuan sekedarnya untuk persiapan rumah tangga mereka. Ali bin Abi Thalib kemudian menjual baju besinya seharga 500 dirham (kurang lebih 10 gram emas) sebagai mas kawin. Ketika itu, Ali bin Abi Thalib berusia 20 tahun, sedangkan Fatimah berusia 15 tahun. Nabi Muhammad saw memilihnya sebagai suami Fatimah karena ia adalah seorang pemuda yang arif dan terpelajar. Disamping itu, Ali bin Abi Thalib, merupakan orang yang pertama memeluk islam.
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat sederhana. Tidak tampak perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah. Kehidupan sederhana ini juga yang ia ajarkan kepada putra-putrinya. Ali bin Abi Thalib juga terkenal sebagai panglima yang gagah berani. Keberanianya menggetarkan lawan-lawannya. Nabi Muhammad saw mewariskan sebilah pedang yang bernama zul-faqar kepadanya. Ali bin Abi Thalib turut serta dalam hampir semua peperangan pada masa Rasulullah saw. Bahkan, ia selalu menjadi andalan dibarisan terdepan.
Selain itu Ali bin Abi Thalib juga dikenal cerdas dan menguasai banyak masalah keagamaan. Nabi Muhammad saw pernah bersabda,” Aku kota ilmu pengetahuan, sedangkan Ali pintu gerbangnya.” Oleh karena itu, nasehat dan fatwanya selalu didengar khalifah sebelumnya. Ali bin Abi Thalib juga ditempatkan pada posisi kadi atau mufti. Ketika Nabi Muhammad saw wafat, Ali bin Abi Thalib menunggui jenazah beliau dan mengurus pemakamannya. Sementara itu, sahabat-sahabat yang lain sibuk memikirkan soal pengganti Nabi Muhammad saw.
Ali bin Abi Thalib banyak mengeritik Usman bin Affan yang terlalu memperhatikan kepentingan keluarganya. Ia meminta Usman bin Affan bersiikap tegas terhadap kerabatnya yang menyeleweng. Akan tetapi, Usman bin Affan kurang menerima nasihat Ali bin Abi Thalib. Akibatnya, terjadilah kekacauan dan peristiwa-peristiwa finah lainnya. Dalam keadaan seperti itu, Usman bin Affan meminta bantuan Ali bin Abi Thalib. Akan tetapi, keadaan sudah sedemikian kacau sehingga Usman bin Affan tidak bisa diselamatkan lagi.

B.      Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Setelah terbunuhnya Usman bin Affan, kaum muslimin meminta kesedian Ali bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah. Mendengar permintaan itu, Ali bin Abi Thalib berkata “Urusan ini bukan urusan kalian. Ini adalah perkara yang amat penting. Ini adalah urusan tokoh-tokoh ahl asy-syura bersama para pejuang Perang Badar.” Ali bin Abi Thalib akhirnya diangkat sebagai khalifah.pembaiatan mula-mula dilakukan oleh sahabat-sahabat besar, yaitu Talhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan para sahabat lainnya. Mereka diikuti oleh rakyat banyak. Pembaiatan itu dilaksanakan pada tanggal 27 Zulhijjah 33 H di mesjid Madinah.
Setelah diangkat menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib mengambil langkah-langkah, yaitu :
1.       Mengganti para pejabat yang diangkat oleh Usman bin Affan;
2.       Mengambil tanah yang telah dibagikan oleh Usman bin Affan yang telah dibagikan kepada kerabatnya tanpa tujuan yang jelas;
3.       Memberikan tunjangan kepada kaum muslimin yang diambilkan dari Baitul Mal;
4.       Mengatur urusan pemerintahan;
5.       Meninggalkan kota Madinah dan menjadikan kota Kufah sebagai pusat pemerintahan.
Hal itu dilakukannya untuk mengatasi perlawanan Bani Umayyah yang ketika itu mulai membangkang serta tidak membaiatnya.

C.      Beberapa Pemberontakan
Terbunuhnya Usman bin Affan menjadi permasalahan yang sangat sulit bagi Ali bin Abi Thalib. Banyak pihak, terutama dari keluarganya yang menuntut agar pembunuh Usman bin Affan segera ditemukan dan dihukum. Apabila Ali bin Abi Thalib tidak bersedia, maka ia dianggap sebagai pembunuhnya. Tentu saja hal itu tidaklah mudah bagi Ali bin Abi Thalib. Keadaan itu memunculkan beberapa pemberontakan berikut ini.
1.       Pemberontakan Talhah, Zubair, dan Aisyah (36 H/656 M)
Pemberontakan ini adalah yang pertama pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Ketiga orang itu menuntut bela atas kematian Usman bin Affan.
Talhah adalah sahabat Nabi Muhammad saw yang tertua dan sangat dihormati. Ia juga merupakan salah seorang kerabat Abu Bakar as-Siddiq. Adapun Zubair bin Awwam adalah kerabat Usman bin Affan dan menantu Abu Bakar as-Siddiq. Ia menikahi putri Abu Bakar as-Siddiq yang bernama Asma’.
2.       Pemberontkan Mu’awiyah bin Abu Sufyan
Mu’awiyah bin Abu Sufyan tidak pernah mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Mereka menganggap Ali bin Abi Thalib bersekongkol dengan pemberontak untuk membunuh Usman bin Affan. Oleh karena itu mereka menuntut Ali bin Abi Thalib menghukum para pembunuh Usman bin Affan segera mungkin. Hal itu tentu saja tidak dapat disanggupi Ali bin Abi Thalib.
Permasalahn makin sulit ketika Mu’awiyah menolak perintah Ali bin Abi Thalib untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur. Mu’awiyah bahkan mempersiapkan pasukan perang untuk melawan Ali bin Abi Thalib.

3.       Pemberontakan Kaum Khawarij
Kaum khawarij kemudian menyatakan perang terhadap kelompok Ali bin Abi Thalib dan kelompok Mu’awiyah. Mereka kemudian menyingkir ke Harurah, sebuah desa di dekat Kufah. Mereka kemudian mengangkat Syibi bin Rubi’at-Tamimi sebagai panglima perang dan Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin keagamaan. Di Harurah mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur semua pihak yang menyetujui tahkim dan tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh yang hendak mereka bunuh adalah Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Amru bin As, dan Abu Musa al-Asy’ari.
Keadaan Ali bin Abi Thalib menjadi sulit. Di satu pihak, ia ingin segera menghancurkan Mu’awiyah yang makin kuat. Di pihak lain, kekuatan kaum khawarij sangat berbahaya jika tidak segera ditumpas. Akhirnya, Ali bin Abi Thalib memutuskan untuk menyerang kharij terelbih dahulu. Kemudian, barulah ia menyerang Damaskus.

D.      Akhir Pemerintahan Ali bin Abi Thalib
Kekalahan kaum khawarij dalam Perang Nahrawan membuat mereka makin dendam. Mereka terus-menerus menghancurkan kehidupan kaum muslimin. Dipihak lain, kekuatan Mu’awiyah makin bertambah. Pada tahun 658 M, Amru bin As berangkat ke Mesir dan menaklukkannya. Hal itu membuat kekuasaan Mu’awiyah majin luas.
Secara diam-diam, kaum khawarij merencanakan untuk membunuh Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah, dan Amru bin As. Mereka dianggap sebagai orang yang menyebabkan perpecahan umat Islam.
Dilihat dari hasilnya, pemerintahan Ali bin Abi Thalib dapat dianggap mengalami kegagalan. Kegagalan ini terutama disebabkan sikap kompromi ali bin Abi Thalib terhadap Mu’awiyah. Selain itu, Ali bin Abi Thalib harus menghadapi pemberontakan Talhah bin Zubair, sreta kaum khawarij. Peperangan melawan mereka sangat melemahkan kekuatan Ali bin Abi Thalib.
Di pihak lain, Mu’awiyah berhasil meningkatkan kekuatannya. Ia memiliki pendukung, keuangan, dan sumber kekayaan yang jaun lebih besar dibandingkan Ali bin Abi Thalib. Bani Umayyah dan orang-orang Arab Suriah selalu memasoknya dengan sumber kekuatan yang tidak ada habisnya.
Ali bin Abi Thalib merupakan Khulafaur Rasyidin yang terakhir. Ia hidup sesuai tuntunan Nabi Muhammad saw yang sangat sederhana dan suci. Ia sangat cermat dalam melaksanakan prinsip-prinsip Baitul Mal. Ia tidak pernah membelanjakan atau mengizinkan orang lain membelanjakan perbendaharaan negara satu sen pun. Masa Khulafar Rasyidin merupakan puncak kegemilangan Islam. Mereka memiliki jasa yang sangat besar dalam mengembangkan Islam.

BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
1.       Utsman dilahirkan di mekkah pada tahun 573 masehi bertepatan dengan tahun ke enam dari kelahiran nabi saw. Nama lengkapnya adalah Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams. Usman bin Affan berasl dari kabilah Bani Umayyah. Pada masa itu, Usman bin Affan menjalankan kafilah dagang bersama kerabatnya dari Bani Umayyah.
Utsman adalah saudagar sukses yang berlimpah kekayaan harta. Namun, meski demikian beliau dikenal sebagai sosok yang rendah hati, pemalu, dan dermawan sehingga beliau begitu dihormati oleh masyarakat di sekelilingnya. Ketika itu ia sudah bersahabat dekat dengan Abu Bakar as-siddiq. Sebagai sesama pedagang, mereka sering berhubungan dalam menjalankan usahanya.
Secara umum, masa pemerintahan Usman bin Affan meliputi dua periode yang masing-masing berlangsung selama enam tahun. Periode enam tahun pertama ditandai berbagai keberhasilan dan kejayaan. Periode enam tahun kedua ditandai oleh perpecahan, pergolakan, dan pemberontakan dalam negeri. Pada tanggal 17 Juni 656 M (35 H), para pemberontak menyerbu rumah Usman bin Affan. Mereka membunuh Usman bin Affan yang sedang membaca Al-Qur’an. Usman bin Affan meninggal sebagai syahid pada usia 82 tahun. Pemerintahannya berlangsung selama 12 tahun.
2.       Ali bin Abi Thalib dilahirkan dimekkah pada tahun 602 M. Ia adalah putra dari paman Nabi Muhammad saw. Abu Thalib sangat berjasa pada masa awal perjuangan Islam. Ia selalu melindungi Nabi Muhammad saw, dari usaha-usaha jahat kaum kafir Quraisy. Abu Thalib adalah kakak kandung ayah Nabi Muhammad saw yaitu Abdullah bin Abdul Muttalib.
Ali bin Abi Thalib adalah orang yang sangat sederhana. Tidak tampak perbedaan dalam kehidupan rumah tangganya antara sebelum dan sesudah diangkat sebagai khalifah. Kehidupan sederhana ini juga yang ia ajarkan kepada putra-putrinya. Ali bin Abi Thalib juga terkenal sebagai panglima yang gagah berani. Keberanianya menggetarkan lawan-lawannya. Nabi Muhammad saw mewariskan sebilah pedang yang bernama zul-faqar kepadanya. Ali bin Abi Thalib turut serta dalam hampir semua peperangan pada masa Rasulullah saw. Bahkan, ia selalu menjadi andalan dibarisan terdepan.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Khandalawi, Muhammad Zakariya. Himpunan Fadhilah Amala-Kisah Sahabat. Yogyakarta :As-Shaff.
Cahyadi, Irwan. Sejarah Khalifah Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Acssed by: http://irwan-cahyadi.blogspot.com/2012/05/sejarah-khalifah-usman-bin-affan-ali.html. Senin 28 Mei 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar