Senin, 31 Desember 2012

SEKILAS LPK BAYU UTAMA








“LPK BAYU UTAMA”
Beralamat di JLn. Pemuda No. 17 Baleharjo, Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
No Telp. (0274) 392349 / 6618559. FAX. (0274) 392349

LPK “BAYU UTAMA” merupakan lembaga Kursus di Gunungkidul yang telah berkinerja B (berdasarkan  penialaian olrh Drektorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan Ditjen. PNFI Kementrian Pendidikan nasional), juga merupakan lembaga kursus yang telah ber-NILEK, dimana beberapa jenis kursus yang diselenggarakan telah terakreditasi oleh BAN-PNF maupun LA-LPK. Dengan demikian kiprah “LPK BAYU UTAMA” dalam menyelenggarakan pendidikan pelatihan (kursus-kursus) telah diakui keberadaanya di tiingkat Nasional.
Nah… untuk masyarakat luas yang ingin punya ketrampilan dan punya kompetensi agar siap masuk dunia kerja atau berwirausaha, ayo segera bergabung dengan LPK “BAYU UTAMA”.
Jenis Pilihan Kursusnya :
a.     Stir Mobil
b.     Otomotif sepeda motor
c.      Otomotif Mobil
d.     Teknisi HP
e.     Menjahit (Mesin Dinamo dan Hight Speed)
f.       Kriya Kayu
g.     Komputer
h.     Rias pengantin
i.        Salon Kecantikan rambut
j.       Hantaran.

 

Minggu, 30 Desember 2012

FILSAFAT ILMU : EMPIRISME FRANCIS BACON

EMPIRISME FRANCIS BACON
BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Para pemikir di Inggris bergerak ke arah yang berbeda dengan tema yang telah dirintis oleh Descartes. Mereka lebih mengikuti Jejak Francis Bacon, yaitu aliran empirisme.[1] Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran akal.[2] Istilah empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan tetapi tidak berarti bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat dikatakan bahwa rasionalisme dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam bingkai empirisme.[3]
Orang pertama pada abad ke-17 yang mengikuti aliran empirisme di Inggris adalah Thomas Hobbes (1588-1679). Jika Bacon lebih berarti dalam bidang metode penelitian, maka Hobbes dalam bidang doktrin atau ajaran. Hobbes telah menyusun suatu sistem yang lengkap berdasar kepada empirisme secara konsekuen. Meskipun ia bertolak pada dasar-dasar empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu alam yang bersifat matematis. Ia telah mempersatukan empirisme dengan rasionalisme matematis. Ia mempersatukan empirisme dengan rasionalisme dalam bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada zaman modern.
Aliran empirisme dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.

B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan beberapa rumusan masalahnya :
1.      Siapa Francis Bacon itu?
2.      Bagaimana Empirisme menurut Francis Bacon?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Sebagai reverensi dari mata kuliah filsafat ilmu
2.      Untuk menambah wawasan para mahasiswa
3.      Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran para tokoh masa lalu


BAB II
PEMBAHASAN
A.    BIOGRAFI FRANCIS BACON
Bacon lahir di London tahun 1561, putera seorang pegawai eselon tinggi semasa pemerintahan Ratu Elizabeth. Tatkala menginjak usia dua belas tahun dia belajar di Trinity College di Cambridge, tetapi baru tiga tahun dia keluar dan tidak melanjutkan ke pasca sarjana. Mulai umur enam belas tahun dia bekerja di staf Kedubes Inggris di Paris. Tetapi begitu umurnya masuk delapan belas sang ayah mendadak meninggal dengan hanya mewariskan sedikit uang. Karena itu dia mempelajari hukum dan pada umur dua puluh satu tahun dia sudah menjadi seorang pengacara.[4]
Bacon menjadi sahabat dan penasihat Pangeran Essex, seorang bangsawan muda yang populer dan punya ambisi politik besar masa itu. Sebaliknya, Pangeran Essex merasa Bacon adalah teman yang jujur dan sekaligus bertindak sebagai pelindungnya. Suatu ketika Pangeran Essex punya ambisi yang keterlaluan, yaitu minta Bacon memimpin penyusunan rencana sebuah kudeta menggulingkan Ratu Elizabeth. Tetapi Bacon menasihatinya agar Pangeran Essex tetap setia kepada Ratu.
Nasehat Bacon tidak diterima Pangeran Essex. Dia nekad meneruskan niat percobaan kudetanya. Ternyata kudeta tersebut gagal dan Bacon memegang peranan aktif dalam proses penuntutan sang Pangeran atas tuduhan pengkhianatan. Pangeran Essex dipancung kepalanya, menggelinding bagai kelereng. Keseluruhan peristiwa itu menimbulkan kesan buruk pada publik terhadap diri Bacon.
Ratu Elizabeth tutup usia tahun 1603 dan Bacon menjadi penasihat raja pengganti (Raja James I). Raja James I tak selalu mengindahkan nasihat Bacon, meskipun dia menghormatinya. Dalam masa pemerintahan James I, karir Bacon di kalangan pemerintahan maju pesat. Tahun 1607 dia menjadi konsultan umum bidang hukum dan tahun 1613 dia menjadi jaksa agung. Karirnya tidak selesai di tangga tersebut tahun 1618 dia ditunjuk sebagai Ketua Majelis Tinggi, suatu kedudukan yang setingkat dengan hakim agung pada Mahkamah Agung di Amerika Serikat. Di tahun itu juga dia memperoleh gelar “baron” dan tahun 1621 dinobatkan lagi jadi “viscount”, satu gelar kebangsawanan di atas “baron” tetapi di bawah “earl.”
Tetapi, datanglah pukulan. Selaku hakim, Bacon pernah menerima “hadiah” dari tertuduh. Meskipun hal semacam ini agak umum terjadi saat itu, akan tetapi hal tersebut tetap merupakan perbuatan terlarang. Lawan-lawan politiknya di parlemen tidak menyia-nyiakan kesempatan baik tersebut untuk mendepaknya dari kursi Hakim Agung. Bacon mengaku dan dijebloskan di penjara yang terletak di “Tower of London,” menara kota London. Bukan hanya itu, dia pun mesti membayar sejumlah denda yang besar jumlahnya; dan dilarang bekerja di kantor pemerintahan untuk selama-lamanya. Raja segera membebaskan Bacon dari penjara dan membebaskan pula beban dendanya. Tetapi, dengan kejadian tersebut tamatlah riwayat politik Bacon.[5]
Komentar Bacon dalam pengakuannya berbeda. Dia mengatakan, “Saya adalah hakim terjujur di Inggris selama lima puluh tahun, dan saya tukang ngomel dan tukang kritik terpolos di Parlemen Inggris selama 20 tahun.” Karier politik yang menuntut seseorang begitu aktif dan kreatif menyebabkan Bacon cuma punya sedikit waktu tersisa buat pekerjaan-pekerjaan lain. Kendati demikian, kemasyhuran Bacon begitu tahan lama. Namanya ditempatkan dalam daftar orang-orang tekenal, adalah karena pertimbangan tulisan-tulisan filosofisnya ketimbang keaktifan politiknya.
B.     PEMIKIRAN FRANCIS BACON
Meskipun bukan seorang ilmuwan praktis, Bacon dianggap sebagai "bapak ilmu pengetahuan modern" oleh banyak sejarawan. Filsafat dan tulisannya sangat berpengaruh dalam mengobarkan revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-17.[6] Banyak kaum cendekiawan seperti Robert Boyle dan Isaac Newton menerima "filsafat baru" Bacon yang menekankan empirisme (teori yang menyatakan bahwa pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan pengalaman langsung) dan induksi. Setelah menampik ketergantungannya pada pendapat para ahli [sebelumnya] seperti Aristoteles, ilmu pengetahuan baru semakin merebak ke permukaan dan memunculkan banyak sekali penemuan baru yang terus bertambah hingga kini. Namun "filsafat baru" ini sama sekali bukan hal yang baru; karena hal ini sudah ada dalam Alkitab. Sang "bapak ilmu pengetahuan modern" ini adalah seorang Kristen yang percaya kepada Alkitab dan yang menjadikan doktrin Kristen sebagai dasar pemikirannya.
Inti filsafat Bacon adalah metode induksi: berlawanan dengan metode deduksi untuk memahami sifat alam semesta seperti yang dilakukan para ahli [sebelumnya] seperti Aristoteles dan Galen, ilmuwan harus membangun teori dari nol, mengumpulkan fakta-fakta, mengukur sesuatu, mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti pengamatan, kemudian membuat hipotesa untuk menjelaskannya. Ujilah hipotesa-hipotesa tentang fakta-fakta yang ada. Bacon yakin cara tersebut akan memberikan cara pasti untuk mendapat kebenaran daripada memercayai alasan-alasan manusia yang bisa saja keliru, dan akan muncul pada masa keemasan penemuan. Metode ilmiah yang kita pelajari di sekolah sebagian besar menganut pemikiran Bacon: mengumpulkan hasil observasi, membuat hipotesa untuk menjelaskannya, menguji hipotesa tersebut, dan menolak semua alasan-alasan yang tidak konsisten melalui observasi. Hipotesa yang cocok dengan tes empiris dapat berkembang menjadi suatu teori dan hukum.
MacMullin berpendapat bahwa pemikiran menelusuri pemikiran Bacon secara lebih mendalam justru menunjukkan bagaimana dia menegaskan pentingnya mengoperasikan dimensi eksperimental dan penjelasan-penjelasan rasionalistis dalam sains. Kutipan berikut mewakili gagasan Francis Bacon:
“Orang-orang yang bereksperimen ibarat semut: mereka hanya mengumpulkan dan menggunakan; sementara kaum rasionalis ibarat laba-laba, mereka membangun jaring-jaring dari substansi mereka sendiri. Berbeda dengan semut dan laba-laba, lebah mengambil jalan tengah: dia mengumpulkan material yang dibutuhkan dari kembang-kembang yang ada di taman dan ladang, tetapi mengubah dan mencernanya dengan kekuatannya sendiri. Seperti inilah bisnis utama dari filsafat: karena filsafat tidak mengandalkan semata-mata pada kemampuan nalarnya, juga tidak semata-mata menggantungkan diri pada bahan-bahan yang diambilnya dari sejarah alam dan eksperimen-eksperimen mekanikal dan menjelaskannya kemudian menjelaskannya sebagaimana bahan-bahan menampakkan diri; tetapi justru menjelaskannya berdasarkan pemahaman yang sudah diolah dan dicerna. Karena itu, dari persaingan yang terbuka dan murni antara kedua fakultas ini, yang eksperimental dan yang rasional, banyak yang bisa diharapkan”. [7]
Filsafat ilmu pengetahuan telah berubah dan semakin matang karena Bacon dan beberapa filsuf lain terus-menerus memperdebatkan apa yang benar antara ilmu pengetahuan sejati dibanding ilmu pengetahuan palsu. Idealisme Bacon tampaknya terlalu sederhana dan tidak praktis, sekarang kita menyadari perlunya teori-teori ilmiah untuk membuat prediksi dan perlunya keabsahan dalam suatu hipotesa.[8] Syukurlah metode Bacon sudah terlihat hasilnya: penemuan baru yang utama dalam disiplin ilmu kimia, fisika, biologi, dan astronomi, penemuan cabang-cabang ilmu pengetahuan baru, penumbangan keyakinan-keyakinan yang salah yang sudah lama dipertahankan, dan kelompok baru seperti Royal Society di Inggris.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Bacon lahir di London tahun 1561, putera seorang pegawai eselon tinggi semasa pemerintahan Ratu Elizabeth. Bacon dianggap sebagai "bapak ilmu pengetahuan modern" oleh banyak sejarawan. Filsafat dan tulisannya sangat berpengaruh dalam mengobarkan revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-17. Inti filsafat Bacon adalah metode induksi: berlawanan dengan metode deduksi untuk memahami sifat alam semesta seperti yang dilakukan para ahli [sebelumnya] seperti Aristoteles dan Galen, ilmuwan harus membangun teori dari nol, mengumpulkan fakta-fakta, mengukur sesuatu, mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti pengamatan, kemudian membuat hipotesa untuk menjelaskannya. Ujilah hipotesa-hipotesa tentang fakta-fakta yang ada. Bacon yakin cara tersebut akan memberikan cara pasti untuk mendapat kebenaran daripada memercayai alasan-alasan manusia yang bisa saja keliru, dan akan muncul pada masa keemasan penemuan.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, terj. Mestika Zed & Zulfani, ed. 02, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003
Prof. Dr. H. Siregar, Maragustam,M.A, Hand Out Filsafat Ilmu. Yogyakarta, 2012.
Richard Osborne, Filsafat Untuk Pemula, terj. P. Handono Hadi, Yogyakarta: Kanisius, 2008


[1] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm 31
[2] Prof. Dr. H. Siregar, Maragustam,M.A, Hand Out Filsafat Ilmu. Yogyakarta, 2012. Hlm. 22-24
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998), hlm 173
[4] http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/04/biografi-francis-bacon-1561-1626.html
[5] Richard Osborne, Filsafat Untuk Pemula, terj. P. Handono Hadi, Yogyakarta: Kanisius, 2008
[6] Harun Hadiwijono, hlm 15
[7] Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, terj. Mestika Zed & Zulfani, ed. 02, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003, Hlm. 27
[8] Harun Hadiwijono, hlm 16

Sabtu, 29 Desember 2012

KERAJINAN UKIR KAYU

LPK BAYU UTAMA


SARANA BERFIKIR ILMIAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan ilmu dan filsafat diawali dari rasa ingin tahu, kemudian meningkatnya rasa ingin tahu, lalu kebiasaan penalaran yang radikal dam divergen yang kemudian terbagi dua yaitu berkembangnya logika Deduktif dan Induktif, selanjutnya gabungan logika deduktif dan induktif yaitu proses Logika, Hipothetico dan Verifikasi, terakhir adalah berkembangnya kreativitas.
Berdasarkan perkembangan ilmu abad 20 menjadikan manusia sebagai makhluk istimewa dilihat dari kemajuan berimajinasi. Konsep terbaru filsafat abad 20 didasarkan atas dasar fungsi berfikir, merasa, cipta talen dan kreativitas. Ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik perlu sarana berfikir, yang memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari.
Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut.
Berdasarkan pemikiran ini, maka tidak sukar untuk dimengerti mengapa mutu kegiatan keilmuan tidak mencapai taraf yang memuaskan, sekiranya sarana berfikir ilmiahnya memang kurang dikuasai. Melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika dan statistik. Hal ini dapat dipahami dengan beberapa pernyataan mengapa bahasa, matematika dan statistika diperlukan dalam kegiatan ilmiah, seperti; Bagaimana mungkin seorang bisa melakukan penalaran yang cermat, tanpa menguasai struktur bahasa yang tepat? Bagaimana seseorang bisa melakukan generalisasi tanpa menguasai statistik?

B.      RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini membahas tentang :
1.      Pengertian sarana  berfikir ilmiah da hal-hal yang perlu di perhatikan didalamnya ?
2.      Hubungan sarana berfikir ilmiah dengan bahasa?
3.      Hubungan sarana berfikir ilmiah dengan matematika ?
4.      Hubungan sarana berfikir ilmiah dengan statistika ?
5.      Hubungan sarana berfikir ilmiah dengan logika ?

C.      TUJUAN PENULISAN
1.      Menjelaskan tentang sarana berfikir ilmiah
2.      Menjelaskan masing-masing ilmu yang berhubungan dengan sarana berfikir ilmiah diantaranya bahasa, matematika, statistika dan logika.


BAB II
PEMBAHASAN
SARANA BERFIKIR ILMIAH

Berfikir menurut Salam adalah suatu aktifitas untuk menemukan pengetahuan yang benar atau kebennaran. Berfikir juga dapat diartikan sebagai proses yang dilakukan untuk menentukan langkah yang akan ditempuh. Ilmiah adalah ilmu. Jadi berfikir ilmiah adalah proses atau aktifitas manusia untuk menemukan atau mendapatkan ilmu yang bercirikan dengan adanya  kausalitas, analisis dan sintesis.
Dalam epistemology atau perkembangan untuk mendapatkan ilmu, diperluka adanya sarana berfikir ilmiah. Sarana berfikir ilmiah ini adalah alat bagi metode ilmiah dalam melakukan fungsinya secara baik. Jadi fungsi sarana berfikir ilmiah adalah membantu proses metode ilmiah dalam mendapat ilmu atau teori yang lain. Hah-hal yang perlu diperhatikan dari sarana berfikir ilmiah adalah :
1.      Sarana berfikir ilmiah bukanlah ilmu, melainkan kumpulan pengetahuan yang didipatkan berdasarkan metode ilmiah.
2.      Tujuan mempelajari metode ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik.
Adapun sarana berfikir ilmiah adalah bahasa, matematika, statistika dan logika, kekempat saraa berfikir ilmiah ini sangat berperan dalam pembentukan ilmu yang baru.


A.     BAHASA
Bahasa memegang peranan penting dan suatu hal yang lazim dalam hidup dan kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatikan bahasa dan menganggapnya sebagai suatu hal yang biasa, seperti bernafas dan berjalan. Menurut Ernest Cassirer, sebagaimana yang dikutip oleh Jujun, bahwa keunikan manusia bukanlah terletak pada kemampuan berpikir melainkan terletak pada kemampuan berbahasa[1]
Bahasa diperlukan manusia atau sebagai fungsi :
1.      Alat komunikasi atau fungsi komunikatif
2.      Alat budaya yang mempersatukan manusia yang menggunakan bahasa tersebut atau fungsi kohesif.
Di dalam fungsi komunikatif bahasa terdapat 3 unsur bahasa, yang digunakan untuk menyampaikan : perasaan (unsur emotif), sikap (unsur afektif) dan buah pikiran (unsur penalaran). Perkembangan bahsa dipengaruhi oleh ketiga unsur bahasa ini.
Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Kekurangan bahasa terletak pada :[2]
a.       Peranan bahsa yang multifungsi, artinya komunikasi ilmiah hanya menginginkan penyampaian buah pikiran/ penalaran saja, sedangkan bahasa verbal harus mengandung unsur emotif, afektif, dan simbolik.
b.      Arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahsa.
c.       Konotasi yang besifat emosional.
Aliran-aliran dalam bahsa filsafat :
§  Filsafat Modern
Filsafat ini menyatakan bahwa kebanyakan dari pernyataan dan pernyataan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka untuk mnguasai logika bahasa.
§  Filsafat Analitik
Bahasa bukan saja sabagai alat bagi berfikir dan berfilsafat tetapi juga sabagai bahan dasar dan dalam hal tertentu merupakan hasil akhir dari filsafat.

B.     MATEMATIKA
Matematika adalah bahasa yang melambaikan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang matematika bersifat “artifisial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna diberikan kepadanya. Tanpa itu maka matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus yang mati.[3]
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan yang sangat mengganggu. Untuk mengatasi kekurangan kita berpaling kepada matematika. Matematika adalah bahasa yang berusaha menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Umpamanya kita sedang mempelajari kecepatan jalan kaki seorang anak maka objek “kecepatan jalan kaki seorang anak” dilambangkan x, dalam hal ini maka x hanya mempunyai arti yang jelas yakni “kecepatan jalan kaki seorang anak”. Demikian juga bila kita hubungkan “kecepatan jalan kaki seorang anak” dengan obyek lain misalnya “jarak yang ditempuh seorang anak” yang kita lambangkan dengan y, maka kita lambangkan hubungan tersebut dengan z = y / x dimana z melambangkan “waktu berjalan kaki seorang anak”. Pernyataan z = y / x tidak mempunyai konotasi emosional, selain itu bersifat jelas dan spesifik[4]
Matematika merupakan salah satu puncak kegemilangan intelektual. Disamping pengetahuan mengenai matematika itu sendiri, matematika juga memberikan bahasa, proses dan teori yang memberikan ilmu suatu bentuk kekuasaan. Fungsi matematika menjadi sangat penting dalam perkembangan macam-macam ilmu pengetahuan. Penghitungan matematis misalnya menjadi dasar desain ilmu teknik, metode matematis yang dapat memberikan inspirasi  kepada pemikiran di bidang sosialdan ekonomibahkan pemikiran matematis dapat memberikan warna kepada arsitektur dan seni lukis.
Matematika dalam perkembangannya memberikan masukan-masukan pada bidang-bidang keilmuan yang lainnya. Konstribusi matematika dalam perkembangan ilmu alam , lebih ditandai dengan pengunaan lambang-lambang bilangan untuk menghitung dan mengukur, objek ilmu alam misal gejala-gejalah alam yang dapat diamatidan dilakukan penelaahan secara berulang-ulang. Berbeda dengan ilmu sosial yang memiliki objek penelaahan yang kompleks dan sulit melakukan pengamatan. Disamping objeknya yang tak terulang maka kontribusi matematika tidak mengutamakan pada lambang-lambang bilangan.

C.      STATISTIKA
Secara etimologi, kata statistik berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan state (bahasa Inggris) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan negara. Pada mulanya kata statistik diartikan sebagai “ kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun yang tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan bagi suatu negara”. Namun pada perkembangan selanjutnya, arti kata statistik hanya dibatasi dengan kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif saja)[5] 
Prof. Dr. Sudjana, M.A., M.Sc. mengatakan ststistik adalah pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara pengumpulan data, pengolahan penganalisisannya, dan penerikan kesimpulan berdasarkan kumpulan data dan peanganalisisan yang dilakukan. Kemudian J.Supranto memberikan pengertian ststistik dalam dua arti. Pertama statistik dalam arti sempit adalah data ringkasan yang berbentuk angka (kuantitatif). Kedua statistik dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari cara pengumpulan, penyajian dan analisis data, serta cara pengambilan kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang menyeluruh. Secara lebih jelas pengertian statistik adalah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk data, yaitu tentang pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan dari data yang berbentuk angka-angka.[6]
Statistika digunakan untuk menggambarkan suatu persoalan dalam suatu bidang keilmuan. Maka, dengan menggunakan prinsip statistika masalah keilmuan dapat diselesaikan, suatu ilmu dapat didefinisikan dengan sederhana melalui pengujian statistika dan semua pernyataan keilmuan dapat dinyatakan secara faktual. Dengan melakukan pengjian melalui prosedur pengumpulan fakta yang relevan dengan rumusan hipotesis yang terkandung fakta-fakta emperis, maka hipotesis itu diterima keabsahan sebagai kebenaran, tetapi dapat juga sebaliknya.[7]

D.     LOGIKA
Logika adalah jalan fikiran yang masuk akal, definsi ini dirujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:680). Logika disebut juga sebagai penalaran. Menurut Salman(1997:140) penalaran adalah suatu proses penemuan kebenaran dan setiap jenis penalaran memiliki criteria kebenarannya masing-masing.
Logika adalah cara berpikir atau penalaran menuju kesimpulan yang benar. Aristoteles (384-322 SM) adalah pembangun logika yang pertama. Logika Aristoteles ini, menurut Immanuel Kant, 21 abad kemudian, tidak mengalami perubahan sedikit pun, baik penambahan maupun pengurangan.
Aristoteles memerkenalkan dua bentuk logika yang sekarang kita kenal dengan istilah deduksi dan induksi. Logika deduksi, dikenal juga dengan nama silogisme, adalah menarik kesimpulan dari pernyataan umum atas hal yang khusus. Contoh terkenal dari silogisme adalah:
·         Semua manusia akan mati (pernyataan umum, premis mayor)
·         Isnur manusia (pernyataan antara, premis minor)
·         Isnur akan mati (kesimpulan, konklusi)
Logika induksi adalah kebalikan dari deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menuju pernyataan umum. Contoh:
Ø  Isnur adalah manusia, dan ia mati (pernyataan khusus)
Ø  Muhammad, Asep, dll adalah manusia, dan semuanya mati (pernyataan antara)
Ø  Semua manusia akan mati (kesimpulan)


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Penguaaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat imperatif bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tidak dapat dilakukan.
            Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, matematika, statistika dan logika, agar dalam kegiatan ilmiah tersebut dapat berjalan dengan baik, teratur dan cermat.


DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ke Tiga. Jakarta: Balai
Pustaka
Salam, Burhanudin. 1997. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta :
Rineka Cipta
Suriasumantri, S. Jujun, Filsafat Ilmu Suatu Pengantar Populer, Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1990.
Sudjana, Metode Statistika, Bandung : Tarsito, 1996.






[1] Jujun S. Suriasumantri dalam bakhtiar, 2010, 175
[2] http://www.geocities.ws/m_win_afgani/arsip/03_SARANA_BERPIKIR_ILMIAH.pdf
[3] http://blog.unsri.ac.id/aprizal/sarana-berpikir-ilmiah-bahasa-matematika-dan-statistika/sr/3560/
[4] Jujun S. Suriasumantri dalam bakhtiar, 2010, 191
[5] Anas Sudiono dalam bakhtiar, 2010, 198
[6] Sudjana, Metode Statistika, Bandung : Tarsito, 1996.
[7] http://blog.unsri.ac.id/aprizal/sarana-berpikir-ilmiah-bahasa-matematika-dan-statistika/sr/3560/