EMPIRISME FRANCIS BACON
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Para pemikir di Inggris
bergerak ke arah yang berbeda dengan tema yang telah dirintis oleh Descartes.
Mereka lebih mengikuti Jejak Francis Bacon, yaitu aliran empirisme.[1]
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan dan pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peran
akal.[2] Istilah
empirisme diambil dari bahasa yunani empeiria yang berarti pengalaman. Sebagai
suatu doktrin, empirisme adalah lawan rasionalisme. Akan tetapi tidak berarti
bahwa rasionalisme ditolak sama sekali. Dapat dikatakan bahwa rasionalisme
dipergunakan dalam kerangka empirisme, atau rasionalisme dilihat dalam bingkai
empirisme.[3]
Orang pertama pada abad
ke-17 yang mengikuti aliran empirisme di Inggris adalah Thomas Hobbes
(1588-1679). Jika Bacon lebih berarti dalam bidang metode penelitian, maka
Hobbes dalam bidang doktrin atau ajaran. Hobbes telah menyusun suatu sistem
yang lengkap berdasar kepada empirisme secara konsekuen. Meskipun ia bertolak
pada dasar-dasar empiris, namun ia menerima juga metode yang dipakai dalam ilmu
alam yang bersifat matematis. Ia telah mempersatukan empirisme dengan
rasionalisme matematis. Ia mempersatukan empirisme dengan rasionalisme dalam
bentuk suatu filsafat materialistis yang konsekuen pada zaman modern.
Aliran empirisme dibangun
oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679), namun mengalami
sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan David Hume.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan beberapa
rumusan masalahnya :
1.
Siapa Francis Bacon itu?
2.
Bagaimana Empirisme menurut Francis
Bacon?
C. TUJUAN PENULISAN
1.
Sebagai reverensi dari mata kuliah
filsafat ilmu
2.
Untuk menambah wawasan para mahasiswa
3.
Untuk mengetahui pemikiran-pemikiran
para tokoh masa lalu
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIOGRAFI FRANCIS BACON
Bacon lahir di London tahun 1561,
putera seorang pegawai eselon tinggi semasa pemerintahan Ratu Elizabeth.
Tatkala menginjak usia dua belas tahun dia belajar di Trinity College di
Cambridge, tetapi baru tiga tahun dia keluar dan tidak melanjutkan ke pasca sarjana.
Mulai umur enam belas tahun dia bekerja di staf Kedubes Inggris
di Paris. Tetapi begitu umurnya masuk delapan belas sang ayah mendadak
meninggal dengan hanya mewariskan sedikit uang. Karena itu dia mempelajari
hukum dan pada umur dua puluh satu tahun dia sudah menjadi seorang pengacara.[4]
Bacon menjadi sahabat dan penasihat
Pangeran Essex, seorang bangsawan muda yang populer dan punya ambisi politik
besar masa itu. Sebaliknya, Pangeran Essex merasa Bacon adalah teman yang jujur
dan sekaligus bertindak sebagai pelindungnya. Suatu ketika Pangeran Essex punya
ambisi yang keterlaluan, yaitu minta Bacon memimpin penyusunan rencana sebuah
kudeta menggulingkan Ratu Elizabeth. Tetapi Bacon menasihatinya agar Pangeran
Essex tetap setia kepada Ratu.
Nasehat Bacon tidak diterima Pangeran
Essex. Dia nekad meneruskan niat percobaan kudetanya. Ternyata kudeta tersebut
gagal dan Bacon memegang peranan aktif dalam proses penuntutan sang Pangeran
atas tuduhan pengkhianatan. Pangeran Essex dipancung kepalanya, menggelinding
bagai kelereng. Keseluruhan peristiwa itu menimbulkan kesan buruk pada publik
terhadap diri Bacon.
Ratu Elizabeth tutup usia tahun 1603
dan Bacon menjadi penasihat raja pengganti (Raja James I). Raja James I tak
selalu mengindahkan nasihat Bacon, meskipun dia menghormatinya. Dalam masa
pemerintahan James I, karir Bacon di kalangan pemerintahan maju
pesat. Tahun 1607 dia menjadi konsultan umum bidang hukum dan tahun 1613 dia
menjadi jaksa agung. Karirnya tidak selesai di tangga tersebut tahun 1618 dia
ditunjuk sebagai Ketua Majelis Tinggi, suatu kedudukan yang setingkat dengan
hakim agung pada Mahkamah Agung di Amerika Serikat. Di tahun itu juga dia
memperoleh gelar “baron” dan tahun 1621 dinobatkan lagi jadi “viscount”,
satu gelar kebangsawanan di atas “baron” tetapi di bawah “earl.”
Tetapi, datanglah pukulan. Selaku
hakim, Bacon pernah menerima “hadiah” dari tertuduh. Meskipun hal semacam ini
agak umum terjadi saat itu, akan tetapi hal tersebut tetap merupakan perbuatan
terlarang. Lawan-lawan politiknya di parlemen tidak menyia-nyiakan kesempatan
baik tersebut untuk mendepaknya dari kursi Hakim Agung. Bacon mengaku dan
dijebloskan di penjara yang terletak di “Tower of London,” menara kota
London. Bukan hanya itu, dia pun mesti membayar sejumlah denda yang besar
jumlahnya; dan dilarang bekerja di kantor pemerintahan untuk selama-lamanya.
Raja segera membebaskan Bacon dari penjara dan membebaskan pula beban dendanya.
Tetapi, dengan kejadian tersebut tamatlah riwayat politik Bacon.[5]
Komentar Bacon dalam pengakuannya
berbeda. Dia mengatakan, “Saya adalah hakim terjujur di Inggris selama lima
puluh tahun, dan saya tukang ngomel dan tukang kritik terpolos di Parlemen
Inggris selama 20 tahun.” Karier politik yang menuntut seseorang begitu aktif
dan kreatif menyebabkan Bacon cuma punya sedikit waktu tersisa buat
pekerjaan-pekerjaan lain. Kendati demikian, kemasyhuran Bacon begitu tahan
lama. Namanya ditempatkan dalam daftar orang-orang tekenal, adalah karena
pertimbangan tulisan-tulisan filosofisnya ketimbang keaktifan politiknya.
B. PEMIKIRAN
FRANCIS BACON
Meskipun bukan seorang
ilmuwan praktis, Bacon dianggap sebagai "bapak ilmu pengetahuan
modern" oleh banyak sejarawan. Filsafat dan tulisannya sangat berpengaruh
dalam mengobarkan revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-17.[6] Banyak
kaum cendekiawan seperti Robert Boyle dan Isaac Newton menerima "filsafat
baru" Bacon yang menekankan empirisme (teori yang menyatakan bahwa
pengetahuan hanya dapat diperoleh dengan pengalaman langsung) dan induksi.
Setelah menampik ketergantungannya pada pendapat para ahli [sebelumnya] seperti
Aristoteles, ilmu pengetahuan baru semakin merebak ke permukaan dan memunculkan
banyak sekali penemuan baru yang terus bertambah hingga kini. Namun
"filsafat baru" ini sama sekali bukan hal yang baru; karena hal ini
sudah ada dalam Alkitab. Sang "bapak ilmu pengetahuan modern" ini
adalah seorang Kristen yang percaya kepada Alkitab dan yang menjadikan doktrin
Kristen sebagai dasar pemikirannya.
Inti filsafat Bacon
adalah metode induksi: berlawanan dengan metode deduksi untuk memahami sifat
alam semesta seperti yang dilakukan para ahli [sebelumnya] seperti Aristoteles
dan Galen, ilmuwan harus membangun teori dari nol, mengumpulkan fakta-fakta,
mengukur sesuatu, mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti pengamatan, kemudian
membuat hipotesa untuk menjelaskannya. Ujilah hipotesa-hipotesa tentang
fakta-fakta yang ada. Bacon yakin cara tersebut akan memberikan cara pasti
untuk mendapat kebenaran daripada memercayai alasan-alasan manusia yang bisa
saja keliru, dan akan muncul pada masa keemasan penemuan. Metode ilmiah yang
kita pelajari di sekolah sebagian besar menganut pemikiran Bacon: mengumpulkan
hasil observasi, membuat hipotesa untuk menjelaskannya, menguji hipotesa
tersebut, dan menolak semua alasan-alasan yang tidak konsisten melalui
observasi. Hipotesa yang cocok dengan tes empiris dapat berkembang menjadi
suatu teori dan hukum.
MacMullin berpendapat
bahwa pemikiran menelusuri pemikiran Bacon secara lebih mendalam justru
menunjukkan bagaimana dia menegaskan pentingnya mengoperasikan dimensi
eksperimental dan penjelasan-penjelasan rasionalistis dalam sains. Kutipan
berikut mewakili gagasan Francis Bacon:
“Orang-orang yang
bereksperimen ibarat semut: mereka hanya mengumpulkan dan menggunakan;
sementara kaum rasionalis ibarat laba-laba, mereka membangun jaring-jaring dari
substansi mereka sendiri. Berbeda dengan semut dan laba-laba, lebah mengambil
jalan tengah: dia mengumpulkan material yang dibutuhkan dari kembang-kembang
yang ada di taman dan ladang, tetapi mengubah dan mencernanya dengan
kekuatannya sendiri. Seperti inilah bisnis utama dari filsafat: karena filsafat
tidak mengandalkan semata-mata pada kemampuan nalarnya, juga tidak semata-mata
menggantungkan diri pada bahan-bahan yang diambilnya dari sejarah alam dan
eksperimen-eksperimen mekanikal dan menjelaskannya kemudian menjelaskannya
sebagaimana bahan-bahan menampakkan diri; tetapi justru menjelaskannya
berdasarkan pemahaman yang sudah diolah dan dicerna. Karena itu, dari
persaingan yang terbuka dan murni antara kedua fakultas ini, yang eksperimental
dan yang rasional, banyak yang bisa diharapkan”. [7]
Filsafat ilmu pengetahuan
telah berubah dan semakin matang karena Bacon dan beberapa filsuf lain
terus-menerus memperdebatkan apa yang benar antara ilmu pengetahuan sejati
dibanding ilmu pengetahuan palsu. Idealisme Bacon tampaknya terlalu sederhana
dan tidak praktis, sekarang kita menyadari perlunya teori-teori ilmiah untuk
membuat prediksi dan perlunya keabsahan dalam suatu hipotesa.[8]
Syukurlah metode Bacon sudah terlihat hasilnya: penemuan baru yang utama dalam
disiplin ilmu kimia, fisika, biologi, dan astronomi, penemuan cabang-cabang
ilmu pengetahuan baru, penumbangan keyakinan-keyakinan yang salah yang sudah
lama dipertahankan, dan kelompok baru seperti Royal Society di Inggris.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bacon lahir di London tahun 1561,
putera seorang pegawai eselon tinggi semasa pemerintahan Ratu Elizabeth. Bacon dianggap sebagai "bapak ilmu pengetahuan
modern" oleh banyak sejarawan. Filsafat dan tulisannya sangat berpengaruh
dalam mengobarkan revolusi ilmu pengetahuan pada abad ke-17. Inti filsafat
Bacon adalah metode induksi: berlawanan dengan metode deduksi untuk memahami
sifat alam semesta seperti yang dilakukan para ahli [sebelumnya] seperti
Aristoteles dan Galen, ilmuwan harus membangun teori dari nol, mengumpulkan
fakta-fakta, mengukur sesuatu, mengumpulkan dan menyusun bukti-bukti
pengamatan, kemudian membuat hipotesa untuk menjelaskannya. Ujilah
hipotesa-hipotesa tentang fakta-fakta yang ada. Bacon yakin cara tersebut akan
memberikan cara pasti untuk mendapat kebenaran daripada memercayai
alasan-alasan manusia yang bisa saja keliru, dan akan muncul pada masa keemasan
penemuan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, Cet.
VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah
Filsafat Barat 2, Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993
Peter Burke, Sejarah dan Teori Sosial, terj. Mestika Zed & Zulfani, ed. 02,
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003
Prof. Dr. H. Siregar, Maragustam,M.A, Hand Out Filsafat Ilmu. Yogyakarta,
2012.
Richard Osborne, Filsafat Untuk Pemula, terj. P. Handono
Hadi, Yogyakarta: Kanisius, 2008
[1] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2
(Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993), hlm 31
[2] Prof. Dr. H. Siregar, Maragustam,M.A, Hand Out Filsafat Ilmu. Yogyakarta, 2012. Hlm. 22-24
[3] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Cet. VI; Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1998), hlm 173
[4]
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/04/biografi-francis-bacon-1561-1626.html
[5] Richard Osborne, Filsafat
Untuk Pemula, terj. P. Handono Hadi, Yogyakarta: Kanisius, 2008
[6] Harun Hadiwijono, hlm 15
[7] Peter Burke, Sejarah
dan Teori Sosial, terj. Mestika Zed & Zulfani, ed. 02, Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2003, Hlm. 27
[8] Harun Hadiwijono, hlm 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar